- Featured Post 1 with Small Thumbnail
- Featured Post 2 with Small Thumbnail
- Featured Post 3 with Small Thumbnail
- Featured Post 4 with Small Thumbnail
Title Featured Post 1
Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros...More
Title Featured Post 2
Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam...More
Title Featured Post 3
Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros...More
Title Featured Post 4
Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam...More
Selasa, 02 Mei 2017
Rabu, 20 November 2013
Pahlawan Masa Kini (The Best My Hero)
Hay gays,.,.
Membicarakan tentang pahlawan, setiap orang
mempunyai sosok pahlawannya sendiri, entah itu orang terdekat atau orang yang
mungkin tidak mengenal kita. Dan disini saya akan menceritakan seorang yang
menurut saya adalah pahlawan. Pahlawan yang tidak hanya melawan penjajah, tapi
juga pahlawan dalam memberantas kebodohan. Inilah sosok pahlawan masa kini yang
akan saya ceritakan
Beliau bernama Wasmun,
yang lahir di OKU pada tanggal 19 Juli 1965. Beliau bekerja sebagai guru di SD
Negeri Lebung kec. Belitang Madang Raya. Beliau mempunyai hobi olahraga
terutama volyball ini mempunyai istri bernama Sri Saryaningsih dan 2 anak
perempuan bernama Richa Wastiningsih dan Nety Wahyu Saputri. Riwayat pendidikan beliau:
1. SD Xaverius Mojosari lulus tahun 1979
2. SMP Xaverius Gumawang lulus tahun 1983
3. SPG Xaverius lulus tahun 1987
4. D II di FKIP UT tahun 2002
5. S1 FKIP UT tahun 2010
Ya, sosok pahlawan dimata saya adalah ayah saya sendiri. Tapi
karena ini bukan dalam rangka memperingati hari ayah, jadi saya tidak akan
menceritakannya sebagai pahlawan keluarga, tapi saya akan menceritakan beliau
sebagai pahlawan untuk anak-anak pedalaman di dusun Lebung desa Tanah Merah kec. Belitang Madang Raya.
Sebelum saya mulai ceritanya, seperti yang sudah saya tuliskan tadi, bahwa saya
tidak akan menceritakan beliau sebagai seorang ayah, saya akan menceritakan
beliau sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Jadi di sini saya cukup menyebutnya
dengan sebutan beliau atau bapak. Kita lupakan sejenak bahwa beliau adalah ayah
saya.
Beliau adalah anak ke-2 dari 4
bersaudara yang semuanya laki-laki. Sejak kelas 5 SD beliau sudah menjadi anak
yatim. Karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung, beliau harus berkali-kali
putus sekolah karena tidak ada biaya. Pahitnya hidup mengajarkan beliau tentang
arti kehidupan. Tak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha. Dan akhirnya
beliau berhasil menyelesaikan SPG nya pada tahun 1987.
Setelah beliau tamat dari SPG,
beliau ditawari untuk menjadi pengajar suka rela disalah satu dusun di Tanah
Merah. Dusun itu bernama Lebung. Dusun itu terletak sekitar 6 km dari desa
Tanah Merah, dan sepanjang 4 km perjalanan kita hanya akan menemui semak-semak
belukar tanpa ada rumah penduduk, sehingga perjalanan kesanapun bisa dikatakan
rawan. Jalannya naik turun dan berlubang. Apalagi ketika musim hujan jalannya
sangat berlumpur dan licin.
Pertama kali beliau mengunjungi
tempat itu, beliau pun merasa iba, warga di dusun itu sangat jauh dari
kemakmuran apalagi kemajuan. Pekerjaan merekapun hanya sebagai petani ubi
(ketela pohon). Berada di tengah hutan dan jauh dari keramaian. Melihat keadaan
itu, ada satu tekad yang terbesit dalam benak beliau, bahwa beliau ingin
memajukan desa itu dari keterbelakangan dan memakmurkan desa itu.
Pada
tahun 1987 beliau bersama temannya mulai mengajar disana sebagai guru pertama
dengan murid pertama hanya 22 orang. Karena belum mempunyai gedung sendiri,
kegiatan belajar mengajar pun dilaksanakan dirumah pribadi rakyat yang saat itu
menjabat sebagai ketua RT di sana. Awal-awal beliau mengajar disana, sangat
sulit untuk mencari anak-anak yang mau bersekolah, anak-anak itu lebih memilih
bekerja membantu kedua orangtuanya. Orangtuanya pun tidak mendukung
anak-anaknya untuk bersekolah. Butuh sosialisasi yang tinggi agar orang tua dan
anak-anak mengerti betapa pentingnya masa depan untuk masa depan mereka.
Selama
3 tahun sekolah itu dilaksanakan di rumah pribadi. Lalu pada tahun ke-4
didirikanlah gedung swadaya masyarakat. Gedung ini hanya berdindingkan bambu
yang dianyam (istilah jawanya ‘gedek’) dan atap sebagian dari genting sebagian
lagi dari alang-alang. Gedungnya pun sangat minim, satu ruangan biasadigunakan
untuk 2-4 kelas. Ditambah minimnya tenaga pengajar. 1 guru mengajar 2 kelas
sekaligus secara bergantian. Padahal beliau selalu mencari guru tambahan untuk
anak-anak itu, tapi sangat sulit untuk mencari orang yang mau mengajar ditempat
terpencil seperti itu, apalagi dengan gaji yang tidak tentu.
Baru
pada tahun 1991 sekolah itu ditetapkan sebagai sekolah negeri oleh pemerintah
yang diberi nama SD Negeri Lebung. Lalu mulai berdatanganlah para
pengajar-pengajar baru. Meskipun keadaan gedungnya masih tetap sama, dan
anak-anak pun bersekolah dengan perlengkapan seadanya. Kata beliau satu sekolah
yang pakai sepatu hanya 1 sampai 3 anak saja. Beliau sendiri diangkat menjadi
PNS pada tahun 1992 setelah menikah dan minta ditugaskan disana. Dan sekarang
jarak rumah beliau dengan sekolah adalah 17 km.
Selama
26 tahun beliau mengajar disana sampai sekarang, banyak sekali kemajuan yang
terlihat disana. Karena beliau mengabdi disana dari nol, memajukan desa itu
lewat anak-anaknya, memberi motivasi kepada anak-anak itu untuk terus
melanjutkan sekolah, karena dengan pendidikan mereka bisa tahu bagaimana
mengolah sumber daya yang ada, bagaimana menjadikan sumber daya itu lebih
berlimpah. Mereka juga bisa tau bagaimana dunia luar yang sudah berkembang dan
menjadikan itu motivasi untuk ikut berkembang bersama daerah-daerah lain yang
sudah maju. Sekarang orang-orang disana sudah cukup makmur, dengan penghasilan
utama dari getah karet. Dan 1 tahun yang lalu, dusun itu mulai dimasuki oleh
listrik, serta saat ini jalannya sedang dalam perbaikan. Tapi menurut beliau
sumber saya alam disana belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik, tapi beliau
yakin suatu saat dusun itu bisa menjadi sebuah desa yang makmur, tergantung
bagaimana cara kita membentuk sumber daya manusianya.
Meskipun
sampai sekarang gedung swadaya itu masih ada. Digunakan untuk kelas 1 sampai
kelas 4. Bantuan pemerintah hanya cukup digunakan untuk memperbaiki gedung kantor
dan dua gedung kelas, yang digunakan untuk kelas 5 dan 6. Terakhir kali saya
kesana, gedung swadaya itu hampir roboh, posisinya sudah miring dengan hanya
ditahan dengan dua kayu penyangga. Tapi kata beliau gedung itu sekarang sudah
diperbaiki, tapi karena keterbatasan biaya dinding bambunya hanya diganti
dengan triplex dan lantainya pun masih tanah. Tapi anak-anak disana semakin
bersemangat datang kesekolah, saat ini murid disana sudah mencapai 110, dengan
8 tenaga pengajar.
Beliau
selalu berpesan kepada anak-anak disana, “rajin-rajinlah belajar. Lanjutkan
pendidikanmu kejenjang tertinggi, dan bangunlah desa ini dengan benar dan
jujur.”
yupzz, itulah cerita tentang pahlawan masa kini dari saya, semoga bermanfaat.
Selamat
Hari Pahlawan
Sumber : Inspirasiku
Langganan:
Postingan (Atom)